Indonesia adalah
salah Negara yang majemuk, memiliki banyak kebudayaan yang beragam salah
satunya di Tana Toraja. Salah satu daerah yang merupakan bagian dari Provinsi
Sulawesi Selatan memiliki tradisi yang unik yaitu, Upacara Rambu Solo. Rambu
Solo adalah prosesi pemakaman. Prosesi ini juga menunjukan bahwa masyaraka Tana
Toraja sangat menghargai leluhurnya.
Secara umum prosesi ini terbagi menjadi 2 yaitu:
- Prosesi Pemakaman ( Upacara Rante )
- Ma’Tudan Mebalun, yaitu proses pembungkusan jasad
- Ma’Roto, yaitu proses menghias peti jenazah dengan menggunakan benang emas dan benang perak.
- Ma’Popengkalo Alang, yaitu proses perarakan jasad yang telah dibungkus ke sebuah lumbung untuk disemayamkan.
- Ma’Palao atau Ma’Pasonglo, yaitu proses perarakan jasad dari area Rumah Tongkonan ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian.
2. Pertunjukkan Kesenian
- Perarakan kerbau yang akan menjadi kurban
- Pertunjukan beberapa musik daerah, yaitu Pa’Pompan, Pa’Dali-dali, dan Unnosong.
- Pertunjukan beberapa tarian adat, antara lain Pa’Badong, Pa’Dondi, Pa’Randing, Pa’katia, Pa’Papanggan, Passailo dan Pa’Silaga Tedong.
- Pertunjukan Adu Kerbau, sebelum kerbau-kerbau tersebut dikurbankan.
- Penyembelihan kerbau sebagai hewan kurban.
Upacara Rambu Solo disebut juga Upcara Penyempurnaan Kematian. Masyarakat
Toraja menganggap orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal
setelah seluruh prosesi Upacara. Jika belum, maka orang yang meninggal
tersebut hanya dianggap sebagai orang sakit atau lemah, sehingga
ia tetap diperlakukan seperti orang hidup, dibaringkan di tempat tidur dan
diberi hidangan makanan dan minuman, bahkan diajak berbicara.
Masyarakat Toraja menganggap Upacara Adat Rambu Solo ini
sangat penting, Rambu Solo menjadi kewajiban bagi keluarga yang ditinggalkan. Karena hanya dengan
cara Rambu Solo, arwah orang yang meninggal bisa mencapai kesempurnaan di Puya.
Kesempurnaan
Upacara ini akan menentukan posisi arwah orang yang meninggal tersebut, apakah
sebagai arwah gentayangan (bombo), arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali
puang), atau menjadi dewa pelindung (deata).
Kemeriahan Upacara ini ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal,
diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau disembelih,
semakin tinggi status sosialnya. Biasanya, untuk keluarga bangsawan, jumlah
kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor, sedangkan warga golongan
menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi. Dulu, upacara ini hanya
mampu dilaksanakan oleh keluarga bangsawan. Namun seiring dengan perkembangan
ekonomi, strata sosial tidak lagi berdasarkan pada keturunan atau kedudukan,
melainkan berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi.
Sumber :
https://wisatasulawesi.wordpress.com/wisata-sulawesi-selatan/wisata-budaya-tana-toraja/upacara-adat-rambu-solo/
http://www.gocelebes.com/pemakaman-khas-toraja-upacara-rambu-solo/
0 komentar:
Posting Komentar